KELAHIRAN ANSOR
Kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat
perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan
etos kepahlawanan. GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan. Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Banser (Barisan Serbaguna) sebagai bentuk perjuangan Ansor nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan dan penumpasan G 30 S/PKI, peran Ansor sangat menonjol.
etos kepahlawanan. GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan. Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Banser (Barisan Serbaguna) sebagai bentuk perjuangan Ansor nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan dan penumpasan G 30 S/PKI, peran Ansor sangat menonjol.
Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi ”konflik”
internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara
tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul
Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam,
pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh
tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya
menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat
untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung
KH Abdul Wahab –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan
nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang
menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya
mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU
(PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab, “ulama besa” sekaligus
guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang
diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa
dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO
dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap,
perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat
predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus
senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi
penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan
membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh
setiap anggota ANO (GP Ansor).
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris
belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU
saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar
NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24
April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen)
pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil
Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam.
Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang,
mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan
Ansor Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna).
Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe
menunjukkan kebolehan pertamakalinya dalam baris berbaris dengan
mengenakan seragam dengan Komandan Moh. Syamsul Islam yang juga Ketua
ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Mayor
TNI Hamid Rusydi, tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan diabadikan
sebagai nama salah satu jalan di kota Malang.
Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah
didirikannya Banoe di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan
Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut soal Banoe.
Pada masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh
pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 –
1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, melempar
mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat
sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim, Menteri Agama RIS kala itu,
maka pada tanggal 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali
ANO dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini
lebih pupuler disingkat GP Ansor).
GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi
organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak
kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat
ini telah berkembang memiliki 433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di
bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi) hingga ke
tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus
BANSER (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan
tersendiri di tengah masyarakat.
Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan
tersebut GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam
perkembangan masyarakat Indonesia. GP Ansor mampu mempertahankan
eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas sosial, politik
dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran
maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis dalam setiap
episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi dan peran
yang stategis dalm setiap pergantian kepemimpinan nasional.
0 Comments:
Post a Comment